Nulisnya cuma iseng, untuk merekam kejadian yang terlintas di benak. Tentang kami :)

Sabtu, 15 Februari 2014

ibumu mertuaku

Saat masih menghayal dahulu, sebelum pangeran tampan hadir kedepan mata dan mengajak saya untuk menjadi pendampingnya dalam mengarungi bahtera rumah tangga, saya selalu berharap jika sang pujaan adalah anak tunggal. why??karena saya tidak siap untuk perang batin dan berkompetisi dengan ipar. mertua saja yang saya dengar ceritanya dari yg udah duluan berumah tangga, serem. apalagi ipar...hehehehehhe
Sebegitunya... kenapa?
Jadi, begini...
Berumah tangga itu tak selamanya halus mulus kaya kulit puteri keraton kan? ada up and down, ada fast and slow, ada cry and laught, ada happy and sad. isn`t it?
nah, klausa mengenai negative yg saya sebut diatas sudah saya dapat sejak kakak2 saya, tante2 saya, tetangga2 saya dan teman2 saya menikah duluan. kan ada tuh, sesi curhat.... :). nah disitu saya ambil kesimpulan, hal yang paling sering bersinggungan yang bikin keakuran pasutri menjadi turun adalah ketika adanya selisih paham dan campur tangan mertua dan ipar. thats why......saya berdoa dan berharap seperti yang sudah saya kemukakan diatas.

Hasilnya??
Saya dapat, meski tak mulus sesuai harapan. Sang pujaan tak memiliki adik perempuan, meski beliau bukan anak tunggal!! yaaa... not bad laaahhh

Beberapa hari yang lalu saya membaca beberapa artikel di situs wanita dan ibu2, disitu ada dibahas mengenai 'berdamai dengan mertua' dan 'seatap dengan mertua'. Banyak ilmu yang dapat saya petik, merubah sudut pandang saya tentang berhubungan dengan mertua. apalagi dibahas juga dari sudut pandang agama. momok menakutkan? iya, bagi saya.
Sebenarnya hubungan saya dg ibu suami akur, bahkan lumayan harmonis. setelah saya resmi diterima di resepsi ngunduh mantu yang berjarak 5 bulan dari nikahan dan resepsi dirumah saya, saya jadi sering dan wajib menyambangi beliau. apalagi, setelah ngunduh mantu, kakak laki2 suami saya pun menikah, dan jadilah ditahun yang sama bumer kehilangan dua anaknya sekaligus. Karena kesepian, saya wajib dong datang bertandang...
Apa yang terjadi? aman, tak ada goncangan. saat itu saya telah hamil 4 bulan. Jadi sesekali bumer mengundang saya maksi dengan memasakkan menu kesukaan saya selagi hamil. Kalau pas saya ga bisa kesana, saya sering dikirimi makanan.

Lalu, dimana salahnya?
Masalah baru muncul --setidaknya dari pihak saya-- setelah panglima lahir. sang bumer adalah orang yang masih banyak mempercayai mitos, bisa jadi kurang pengalaman ya...karena panglima Yazid adalah cucu perdana bagi mereka. Padahal, adik bumer yang tenaga medis sering membantah segala argumen beliau. hanya...yaaa bumer tetap juara. Saya harus ngalah karena anjuran suami, saya manut dong sama ibunya :(
saya tak masalah jika itu fakta, tapi, kegagalan saya menyusui Yazid secara kontinyu di 40 hari pertamanya besar disebabkan oleh bumer yang mendesak untuk memberikan botol susu saat panglima nangis. bagi bumer, tangisan bayi = minta susu. Dengan kondisi saya pasca SC dan mesalah awal busui yang merasa nippleflat, saya harus berjuang dulu dong, merah. Nah, bumer ga mau nunggu. kuping saya suka panas kalo kelamaan mendengar beliau mengintimidasi abi Yazid. Saya ngalah terpaksa, sambil ngasi botol ke Yazid, sambil merah dan sambil lap air mata....hikshikshiks..
Ada banyak kejadian runtutan yang tak perlu saya ceritakan, tapi poinnya adalah, kejadian itu menjadi tonggak awal jaga jarak saya dengan mertua. 

Lalu, inti dari cerita kali ini?
Begini, saya adalah saya, ummi Yazid yang juga manusia yang punya emosi dan perasaan.
kadar mood saya suka naik turun, meski sekarang sudah amat sangat jarang marah2. tapi ya tetap... saya berada pada satu kesimpulan,saya tidak bisa satu pagar dan satu atap dengan mertua. meski beliau adalah ibu saya juga. Tapi gimana ya, berkonflik dengan ibu kandung, bisa saja cepat baikan dan tak perlu menjadi beban pikiran, tapi dengan mertua? yang baru kita kenal setelah kia dinikahi anaknya? BIG NO!!
Pun, ketika saya tahu suami mendapat tanah warisan disebelah rumah bumer berderet kebelakang tiga abang beradik itu --plus rumah om dan tantenya satu pagar juga--, saya kontan mengajukan surat keberatan ke suami. dengan alasan yang saya kemukakan serta contoh2 yang saya kedepankan. Really reasonable. Suami setuju. tanah itu tidak untuk dijual tapi tidak untuk didirikan bangunan. Hanya sebagai aset saja. 

Dan, alhamdulillah, realisasi kami sudah selangkah terlihat, suami dan saya telah membeli sepetak tanah di belahan lhokseumawe bagian barat (rumah bumer arah timur), InsyaAllah jika ada rezeki akan kita bangun rumah masa depan bagi keluarga kecil kami.

Saya tahu, Ridha Orang tua, termasuk mertua adalah kunci kami dalam menjaga kebagagiaan rumah tangga. tapi jika dirasa, tinggal berdekatan akan menyebabkan persinggungan dan berimbas pada permusuhan, untuk apa dijalankan?
Jadi, kami memilih untu menjauh, agar supaya nanti  jika panglima sudah besar, dia bisa sekali2 nginap dirumah indatunya. menemani Jiddah/Abusyik ato Nenek/kakeknya. jika deketan, kan jadi ga punya kampung halaman. Trus, kalo berjauhan kan jadi bisa dikangenin :)
Ibumu, mertuaku, Tapi dia juga Ibuku.

Setuju??



Tidak ada komentar:

Posting Komentar